Minggu, 08 Mei 2016

KETOLOLANKU



Jangan paksa Aku untuk membuat puisi, apalagi cerpen. Otakku sedang memanas. Rasanya tertimbun bongkahan beton yang membara karena terselimut api yang menjalar dari satu syaraf ke syaraf yang lain.
“Jangan paksa Aku untuk berkata-kata! Kumohon hentikan eranganmu! Kumohon jangan ganggu Aku kali ini saja! Karena mengurusi diriku saja, Aku sudah merasa kesusahan. Beberapa kali melihatmu hari ini membuatku lemas dan semakin merasakan beban yang sangat berada di punggungku.”
Ketika kausapa Aku dengan kata-kata mesramu pun, rasa-rasanya telingaku ingin pecah, perutku mual ingin muntah. Risih Aku melihatmu menangisi ketidakberdayaanku. Jijik Aku melihat kata-kata iba yang terlontar begitu saja dari mulut mungilmu, mulut yang selalu menyanjungku, tapi tak pernah memberiku penghidupan. Mulut yang seksi dan sering mengucapkan kata-kata penuh buaian, tapi tak pernah sekalipun menentramkan hatiku.


Bosan rasanya mendengarkanmu berkeluh padaku, merengek minta dininabobokkan. Aku jengah dengan sedu sedanmu yang tak pernah berhenti tatkala perutku mulai keroncongan dan menuntut untuk diisi.
“Kumohon! Sekali ini saja! Sekali ini saja tersenyum padaku, kuatkan hatiku, tanyakan kabarku, rindui tatapanku, dan rasakan betapa Aku ingin kau tidurkan dalam pelukanmu.”
Mungkin, jika saat ini Tuhan sedang tak mau mendengarkanku, Aku pasti sudah bunuh diri karena ketololanku mencintaimu. Untung Tuhan masih berhati-hati dalam mengungkapkan hadiah-hadiahnya bagi orang sepertiku. Orang yang selalu merasa busuk oleh dirinya sendiri, orang yang selalu puas dengan kegagalannya sendiri, dan orang yang tak pernah bersyukur karena menghadapi makhluk sepertimu!
Mungkin, jika saat ini Tuhan tidak mendengarkan jeritanku, pastilah Aku sudah dengan lantang mnyuarakan “BANGSAT” padamu! Untunglah, Tuhan juga tidak terlalu egois seperti Aku, jadi Dia tak mungkin melenyapkanmu dari bumi yang sudah renta ini.
“Hei, mengapa kau masih saja duduk di dalam hatiku?
Kumohon! Sesaat saja, pergilah! Pergilah ke alam yang lebih menyenangkan dan tidak memuakkan seperti Aku ini!
Bukankah dunia itu tak hanya apa yang ada di hatiku? Lantas, mengapa kau tak jua mau beranjak dari sana?
Apa? Menangis, lagi?! Nelangsa, lagi? Merana, lagi? Terserah!! Terserah kau sajalah!! Aku hanya ingin tidak memperhatikanmu dan ingin segera kau beranjaklah dari tempatmu tergagu saat ini!”
Jangan bantah Aku dan jangan menamparku dengan kerasnya hatiku. Bukankah seharusnya kau lebih tahu apa isi hati? Sebab kaulah penghuninya. Bukankah seharusnya kau dapat lebih tahu ketika Aku sedang jatuh dan ingin kau ulurkan tanganmu? Seharusnya kau itu tahu!! Seharusnya kau melihatku yang sedang meraung!! Seharusnya kau tahu bahwa Aku sedang lelah menghadapi segala macam sandiwara kehidupanku sendiri! Bukankah kau pun sudah paham, bahwa hanya kau satu-satunya yang paham dan memahami hatiku?
Oh….tidak!! tidak!!! Kau tidak tahu! Kalau begitu, bagaimana kalau kau mati saja atau pergi tanpa kembali??!! Meskipun Aku akan menyesal nantinya, meskipun Aku akan menangisi ketololanku yang kesekian kali ini. Ya, meskipun Aku akan meratapimu! Tapi, setidak-tidaknya Aku akan dapat hidup tanpa harus berpikir tentang hidupmu! Ya, Aku bisa melenggang dan menari di atas panggungku sendiri tanpa perantara tangan-tangan indahmu. Ya, Aku bisa menggenggam duniaku tanpa harus takut kehilangannya, meskipun Aku tahu bahwa suatu saat ia akan menghilang.
Jangan ganggu Aku saat ini! Aku hanya ingin tenang dengan kesendirianku saat ini tanpa ada campur tangan darimu. Biarkan Aku bergerak kemana Aku ingin melangkah, biarkan Aku tergerak kemana hati ini ingin berpaling, berpaling untuk melupakanmu. Biarkan hati ini menguapkan semua asa yang tak pernah tersampaikan.
Muak Aku dengan semua ketololanku yang telah mencintaimu melebihi diriku sendiri. Bebaskan Aku terhadap pilihanku mendatang, jangan kau atur-atur lagi kemana kaki ini akan melangkah.
Aku akan tetap tersenyum dalam kefanaanku, Aku akan tetap menegar dalam ratapanku. Tetaplah kuat dalam pilihanmu, terhadap segala madu dan racun yang telah kau pilih saat ini. 'Kan kumulai tuk mengeja nada hingga menjadi senandung yang indah. 'Kan kumulai merenda kasih tanpa harus merasa terkasihani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar