Jangan
paksa Aku untuk membuat puisi, apalagi cerpen. Otakku sedang memanas. Rasanya
tertimbun bongkahan beton yang membara karena terselimut api yang menjalar dari
satu syaraf ke syaraf yang lain.
“Jangan
paksa Aku untuk berkata-kata! Kumohon hentikan eranganmu! Kumohon jangan ganggu
Aku kali ini saja! Karena mengurusi diriku saja, Aku sudah merasa kesusahan. Beberapa
kali melihatmu hari ini membuatku lemas dan semakin merasakan beban yang sangat
berada di punggungku.”
Ketika
kausapa Aku dengan kata-kata mesramu pun, rasa-rasanya telingaku ingin pecah,
perutku mual ingin muntah. Risih Aku melihatmu menangisi ketidakberdayaanku. Jijik
Aku melihat kata-kata iba yang terlontar begitu saja dari mulut mungilmu, mulut
yang selalu menyanjungku, tapi tak pernah memberiku penghidupan. Mulut yang
seksi dan sering mengucapkan kata-kata penuh buaian, tapi tak pernah sekalipun
menentramkan hatiku.
Bosan
rasanya mendengarkanmu berkeluh padaku, merengek minta dininabobokkan. Aku
jengah dengan sedu sedanmu yang tak pernah berhenti tatkala perutku mulai
keroncongan dan menuntut untuk diisi.
“Kumohon!
Sekali ini saja! Sekali ini saja tersenyum padaku, kuatkan hatiku, tanyakan
kabarku, rindui tatapanku, dan rasakan betapa Aku ingin kau tidurkan dalam
pelukanmu.”
Mungkin,
jika saat ini Tuhan sedang tak mau mendengarkanku, Aku pasti sudah bunuh diri
karena ketololanku mencintaimu. Untung Tuhan masih berhati-hati dalam
mengungkapkan hadiah-hadiahnya bagi orang sepertiku. Orang yang selalu merasa
busuk oleh dirinya sendiri, orang yang selalu puas dengan kegagalannya sendiri,
dan orang yang tak pernah bersyukur karena menghadapi makhluk sepertimu!
Mungkin,
jika saat ini Tuhan tidak mendengarkan jeritanku, pastilah Aku sudah dengan
lantang mnyuarakan “BANGSAT” padamu! Untunglah, Tuhan juga tidak terlalu egois
seperti Aku, jadi Dia tak mungkin melenyapkanmu dari bumi yang sudah renta ini.
“Hei,
mengapa kau masih saja duduk di dalam hatiku?
Kumohon!
Sesaat saja, pergilah! Pergilah ke alam yang lebih menyenangkan dan tidak
memuakkan seperti Aku ini!
Bukankah
dunia itu tak hanya apa yang ada di hatiku? Lantas, mengapa kau tak jua mau
beranjak dari sana?
Apa?
Menangis, lagi?! Nelangsa, lagi? Merana, lagi? Terserah!! Terserah kau
sajalah!! Aku hanya ingin tidak memperhatikanmu dan ingin segera kau
beranjaklah dari tempatmu tergagu saat ini!”
Jangan
bantah Aku dan jangan menamparku dengan kerasnya hatiku. Bukankah seharusnya
kau lebih tahu apa isi hati? Sebab kaulah penghuninya. Bukankah seharusnya kau
dapat lebih tahu ketika Aku sedang jatuh dan ingin kau ulurkan tanganmu?
Seharusnya kau itu tahu!! Seharusnya kau melihatku yang sedang meraung!!
Seharusnya kau tahu bahwa Aku sedang lelah menghadapi segala macam sandiwara
kehidupanku sendiri! Bukankah kau pun sudah paham, bahwa hanya kau satu-satunya
yang paham dan memahami hatiku?
Oh….tidak!!
tidak!!! Kau tidak tahu! Kalau begitu, bagaimana kalau kau mati saja atau pergi
tanpa kembali??!! Meskipun Aku akan menyesal nantinya, meskipun Aku akan
menangisi ketololanku yang kesekian kali ini. Ya, meskipun Aku akan meratapimu!
Tapi, setidak-tidaknya Aku akan dapat hidup tanpa harus berpikir tentang
hidupmu! Ya, Aku bisa melenggang dan menari di atas panggungku sendiri tanpa
perantara tangan-tangan indahmu. Ya, Aku bisa menggenggam duniaku tanpa harus
takut kehilangannya, meskipun Aku tahu bahwa suatu saat ia akan menghilang.
Jangan
ganggu Aku saat ini! Aku hanya ingin tenang dengan kesendirianku saat ini tanpa
ada campur tangan darimu. Biarkan Aku bergerak kemana Aku ingin melangkah,
biarkan Aku tergerak kemana hati ini ingin berpaling, berpaling untuk
melupakanmu. Biarkan hati ini menguapkan semua asa yang tak pernah tersampaikan.
Muak
Aku dengan semua ketololanku yang telah mencintaimu melebihi diriku sendiri.
Bebaskan Aku terhadap pilihanku mendatang, jangan kau atur-atur lagi kemana
kaki ini akan melangkah.
Aku
akan tetap tersenyum dalam kefanaanku, Aku akan tetap menegar dalam ratapanku.
Tetaplah kuat dalam pilihanmu, terhadap segala madu dan racun yang telah kau
pilih saat ini. 'Kan kumulai tuk mengeja
nada hingga menjadi senandung yang indah. 'Kan kumulai merenda kasih tanpa harus
merasa terkasihani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar