Selasa, 19 Agustus 2014

Lantai 2 Timur Beraksi!!!


Waktu bergulir seperti mimpi. Tiga setengah bulan dalam peraduan penantian rasanya terasa berlalu setelah menginjakkan kaki dan berada di Gedung Wiyata Mandala P3G Unesa, gedung yang selama ini menjadi pijakan ilmu bagi kami, para peserta PPG SM-3T Unesa.
Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang selama ini digembar-gemborkan dan diinginkan oleh sebagian besar kaum guru di Indonesia. Kamilah pioner. Kamilah angkatan pertama yang mengikuti program PPG, kamilah perintis The Agent of Changes dari Unesa angkatan Ki Hajar Dewantara 2013.
Hampir dua bulan berselang dengan rutinitas yang monoton seringkali meraba pikiran untuk berbisik “jenuh.” Namun, sepertinya bulan dan pekan ini akan menjadi bulan yang berbeda dengan bulan-bulan yang lalu. Ada kegiatan lain yang sedikit menghibur rasa jenuhku. Sayup-sayup terdengar oleh telinga tentang kabar itu.
“TIDAAAKKKK…!!!”

Kata-kata itu seketika terucap olehku saat mendapat kabar dari teman satu kamar. Aku diikutsertakan pada lomba futsal, seluruh peserta yang mengikuti berasal dari penghuni asrama putri Unesa itu sendiri. Lomba ini diselenggarakan dalam rangka memeriahkan Hari Kartini yang jatuh pada 21 April. Bagaimana bisa Aku diikutsertakan dalam lomba tersebut, padahal secara skill, Aku tak memiliki bakat sedikit pun dalam olah raga yang membutuhkan keahlian kerja sama tim, bahkan untuk menendang sekalipun.
“Tapi Aku nggak bisa sama sekali olah raga ini, Ir,” seruku.
“Alahhhh, nggak apa-apa, Mbak. Yang penting ikut berpartisipasi aja udah cukup kok. Teman-teman yang lain juga sama, kok.”
“Ehmmm, yaweslah…” pasrahku.
Satu kabar belum sempat membuat nafasku mengalir lega, sudah dapat kabar yang lainnya bahwa dalam lomba tersebut ada peraturan permainan yang cukup meggelikan.
“Apa peraturannya?” tanyaku.
“Pake sarung, Mbak!”
“Glodaaakkkk,” jawabku.
“Siapa saja yang ikut main dari tim kita?” tambahku.
“Aku, Mbak Fita, Dek Ani, ada lagi dua anak dari Manado, kok.”
“Okelah, kalau memang tantangannya seperti itu ya hajjarrr saja, hahaha,” cobaku menghibur diri.
Sebenarnya lomba ini cukup menarik. Apa lagi untuk mengisi kejenuhan dari rutinitas yang setiap hari dijalani. Jarang pula ada acara unik seperti ini. Setiap hari, kami para peserta PPG SM-3T Unesa harus mengikuti workshop dengan jadwal yang monoton. Mulai dari pukul 07.00 WIB kami harus memulai apel pagi, 08.00 WIB hingga 16.30 WIB dilakukan workshop. Begitu setiap harinya. Untung saja Sabtu pagi dilakukan senam aerobic. Setidaknya bisa mengusir sejenak penat yang selama beberapa hari tertumpuk. Belum lagi setelah kegiatan senam aerobic dilanjut kegiatan pramuka (yang notabene adalah kegiatan favoritku semenjak SD) hingga pukul 10.00 WIB. Usai kegiatan pramuka, selepas makan siang pun kami khususnya yang berasal dari jurusan Bahasa Indonesia harus melakukan satu rutinitas lagi, kegiatan jurusan hingga sore hari. Free yang benar-benar dikatakan free day  itu ada di hari Minggu. Hari Minggu ini kumanfaatkan untuk mencuci, menyetrika, bersih-bersih kamar bersama teman sekamar, dan masih banyak kegiatan lain yang kami lakukan di asrama. Tugas? Jujur saja untuk tugas yang harus dilakukan hari Senin sama sekali tidak Aku sentuh. Yah, Minggu benar-benar Aku manfaatkan sebagai hari bebas, membebaskan otakku pula dari kepenatan. Tugas workshop yang dijadwalkan hari Senin dan hari-hari lainnya akan Aku kerjakan sesuai jadwal hari itu, sehingga waktu untuk istirahat juga benar-benar kumanfaatkan untuk istirahat.
-----
Jendela cakrawala yang masih setengah terkatup terpaksa harus terbuka lebar saat itu juga. Namun, Lantunan melodi seakan sirna pagi ini. Dentingan irama pagi seolah bertapa menaungi keremajaan hari.
Saat hari perlombaan yang ditunggu-tunggu pun tiba, secara tiba-tiba anak dua Manado yang berada di sebelah kamarku tidak ada kabar, pintu berulang kali diketuk pun tak ada jawaban. Alhasil, tim kami pun kekurangan personel. Cukup tenang karena kekecewaan itu tak berjalan lama, ada dua teman kami yang secara sukarela ikut memeriahkan hari ini. Nurul, Peserta PPG SM-3T dari Jurusan Sejarah dan Nanda, seorang mahasiswa semester 2 dari jurusan PGSD. Akhirnya, lengkap juga tim kami yang beranggotakan Aku, Irma, Dek Ani, Nurul, dan Nanda. Ya, tim dari lantai 2 Timur akan beraksi.
Kami tidak mengharap kemenangan. Ikut bermain saja sudah lebih dari cukup, agar blok lantai 2 sebelah Timur tidak dihantui rasa malu karena tidak ada yang bermain. Walau tak ada supporter tak apa. Tak jadi masalah.
Pada pertandingan kali ini, tim kami melawan tim dari Mimin dkk. yang berasal dari lantai 3. Adu tendang tanpa keahlian pun terjadi. Tim kami bisa memasukkan gol di gawang lawan sebanyak dua kali. Satu yang menjadikanku senang karena yang memasukkan gol adalah Aku sendiri. Ya, Aku yang tidak memiliki skill apa-apa bahkan keahlian menendang. Jadi, kupikir itu adalah gol keberuntungan. Tim kami lolos dari babak pertama dengan kemenangan 2-0. Diakhir pertandingan, baru kuketahui bahwa Nanda yang berperan sebagai penjaga gawang terkilir pada bagian tangannya ketika akan menangkap bola dari tendangan lawan. Untung ada Mas Satria yang menolong untuk memijat tangannya, sehingga tim kami bisa lanjut pada pertandingan berikutnya.
Pertandingan semi final, tim kami harus beradu dengan tim Endang dkk. yang berasal dari lantai tiga bagian Timur juga. Pada babak ini, Dek Ani digantikan oleh pemain bernama Vallen, peserta PPG SM-3T dari jurusan matematika yang berasal dari Manado. Kebahagiaan yang tak dinyana pun terjadi lagi, dua gol berhasil kumasukkan ke gawang lawan dan satu gol tercipta dari tendangan vallen. Meskipun terjadi gol bunuh diri dari tim kami yang mengakibatkan hasil akhir 3-1. Yah, kemenangan lagi bagi tim kami.
Babak yang terakhir akan segera dihadapi. Sembari menunggu babak terakhir tiba, kami pun mengamati gerak lawan kami dalam semi final. Mereka sungguh tangguh, lagi-lagi hanya keberuntungan jika kami benar-benar menang. Secara teknik mereka lebih unggul dari pada kami.
“Yah, tak apalah, toh hanya untuk berpartisipasi saja,” batinku.
Tak dipungkiri, musuh kami yang paling berat berasal dari tim Timi dkk. Peserta terberat pula bagiku untuk si Timi ini, dia mahasiswa Unesa jurusan olah raga semester 2, dari kamar lantai 4. Permainannya sangat gesit juga brutal, kasar menurutku.
“Wah, jika tak diimbangi seperti itu bisa-bisa tim kami hancur,” pikirku.
Aku hanya berharap kemenangan ada di pihak tim kami. Bukan karena kami ingin menang sebab sebelum kami bermain pun tidak ada niatan untuk menang. Hanya saja, jika tim mereka yang menang, Aku merasa akan timbul rasa congkak pada Timi. Tujuanku untuk menang kali ini hanya agar tim mereka rendah hati dan tidak sombong.
Sontak dalam pertandingan final itu, Aku pun bermain habis-habisan meengimbangi Timi yang berhadapan langsung denganku. Pada tengah pertandingan, tiba-tiba kaki nurul terkilir dan secara terpaksa harus digantikan. Karena tidak ada personel lain, kami meminta bantuan Admi untuk menggantikan Nurul. Karena sudah tidak ada pemain cadangan yang lain, Admi terpaksa kami minta untuk menggantikan posisi Nurul. Admi adalah mahasiswa Unesa semester 2 dari jurusan PGSD.
Hingga detik terakhir kadua tim masih belum bisa memecahkan telur bundarnya. Tetap diangka nol. Sungguh akhir yang sulit. Semakin sulit dan asa kami sempat terputus. Adu pinalti pun dilakukan. Dua tendangan dari masing-masing pun belum mampu memecah riuh kemenangan, hanya seru para penonton yang terdengar semakin menegang. Giliran kami berikutnya yang mendapat kesempatan untuk menendang pinalti. Sempat terhenti sejenak napasku tertahan, dan akhirnya kemenangan itu menjadi milik tim kami.
“YYYEEeeeeeeeee………..!!!!!!!!!” seru kami bersamaan.
Alangkah bahagianya, bahagia bukan karena menang, melainkan bahagia karena setelah ini kami tidak harus bertanding lagi. Letih yang kami rasa karena bermain tiga ronde sekaligus melawan tiga tim dalam setengah hari.
Setelah penyerahan hadiah dan aksi foto bersama pun usai, kami segera kembali ke asrama. saking gembira dan tak terasa seharian berpanas-panas ria, secara tak sadar kami pun melegam.
“Tak apa, hanya satu kali ini,” redamku.
Niat yang sedari awal hanya ingin berpartisipasi saja ternyata harus terbayar dengan kemenangan yang tak dinyana-nyana. Namun kemenangan ini juga sedikit membuatku bahagia karena setidaknya tidak ada oknum yang semakin bertingkah. Yang lebih membuatku berkesan adalah “5.” Angka lima yang selama ini Aku favoritkan pun ikut memeriahkan top scoreku memasukkan bola ke gawang lawan.
-----

Tidak ada komentar:

Posting Komentar