Kamis, 13 Desember 2012

Jefri, “Walau Kurang Pintar, Aku Anak yang Jujur!”


Senin, 7 Mei 2012
Hmmmmmm,,,,pagi ini sangat cerah ketika aku memandang langit nan biru. Kira-kira sedang apa ya dia di sana sekarang? Bagaimana kabarnya saat ini di Sumba Barat? Aku sungguh merindukan senyum dan keceriannya saat terakhir bertemu usai Ujian Nasional. Sungguh iba dan terenyuh jika mengingat kebahagiannya yang sempat terenggut sesaat.


Jefri, teman-temannya biasa memanggil. Si pendiam asal Sumba Barat ini selalu berbicara dengan logat yang begitu cepat namun menggunakan volume pelan, sehingga terkadang saya harus berpikir sejenak untuk mengolah apa yang dia maksud, bahkan tidak segan memintanya untuk mengulang lagi apa yang dia bicarakan. Kemampuan membacanya memang masih kurang jika dibanding teman-temannya yang duduk di bangku kelas IX. Tapi yang kukagumi adalah kejujuran dan semangatnya untuk bersekolah. Namun, lagi-lagi dukungan keluargalah yang kurang. Apalagi Jefri tinggal bersama mama kecilnya yang letaknya tidak jauh dari sekolah, sedangkan kedua orang tuanya berada di Sumba Barat.
Jefri sudah satu minggu lebih sebelum Ujian Sekolah tidak masuk ke sekolah. Dikabarkan bahwa Jefri berada di Kupang. Sontak seluruh guru dan siswa kaget padahal tidak lama lagi diadakan Ujian Sekolah. Hingga hari terakhir ujian sekolah pun Jefri belum menunjukkan tanda-tanda kehadiran. Menurut kabar, ada yang mengatakan bahwa Jefri berada di Waingapu, ada pula yang mengabarkan bahwa dia menjadi kernet bus. Entah kabar mana yang benar, yang jelas kami benar-benar khawatir padanya. Jangan sampai terulang lagi bahwa akan ada siswa yang tidak lulus di sekolah ini seperti pada tahun sebelumnya.
Beberapa hari setelah Ujian Sekolah, aku melihatnya datang ke sekolah. Kuamati dari kejauhan dan dengan langkah pelan namun pasti kuhampiri dirinya dengan senyum dan sapaan hangat. Sangat dingin sekali sikapnya ketika aku mencoba untuk menyapa. Tatapannya pun takut untuk melihatku, mungkin takut jika dimarahi karena sudah lama tidak masuk sekolah dan tidak mengikuti Ujian Sekolah. Terlihat juga bagaimana teman-temannya sedikit menjaga jarak darinya. Setelah ditelusuri, ternyata selama ini Jefri berada di Waingapu. Dirinya juga sempat menjadi kernet bus seperti kabar yang sempat beredar sebelumnya. Hal ini ia lakukan semata-mata karena ia ingin melarikan diri dari rumah mama kecilnya. Ia tidak sanggup dan tidak mau jika disuruh untuk mencuri ternak tetangga dan melakukan hal-hal yang sebenarnya bertentangan dengan dirinya. Selama beberapa hari masuk sekolah, sikapnya masih dingin kepada siapa pun.
Hingga pada suatu hari, Pak Eric, wakil kepala sekolah kami yang sekaligus guru Bahasa Inggris di sekolah secara tidak sengaja menjumpainya sepulang sekolah di bawah pohon pisang dekat rumah Jefri tinggal, Jefri masih menggunakan baju seragamnya. Ketika ditanyai ternyata Jefri sudah tidak diterima lagi dikeluarga mama kecilnya, yang pada intinya Jefri harus pergi dari rumah mama kecilnya. Mendengar hal tersebut, akhirnya Pak Eric memutuskan untuk menampung Jefri di rumahnya untuk sementara waktu. Semenjak saat itu, setiap pagi Jefri diantar ke sekolah oleh adik dari istri Pak Eric. Senyum dan wajah gembira mulai terpancar dari paras wajahnya sejak saat itu, berbeda jauh ketika hari-hari sebelum dirinya mendapat tekanan dari keluarga mama kecilnya. Setelah kutanyai tentang bagaimana perasaannya berada di rumah Pak Eric, ternyata dia sangat senang berada di sana. Dia mengatakan bahwa keluarga Pak Eric sangat baik dan memperhatikan dirinya. Syukurlah, ikut senang juga saya ketika mendengarnya. Mendekati Ujian Nasional, Jefri ditempatkan di mes sekolah untuk memudahkan dirinya ketika berangkat ke sekolah. Pernah suatu ketika saat mendekati jam pulang sekolah Jefri bercanda dan berkata pada saya, “Ayo Ibu kita lekas kita pi (pergi) pulang, rumah Saya jauh, Ibu”. Sontak saya terbahak-bahak dan saya balas, “Wah,,sekarang rumahmu kan su (sudah) dekat dengan sekolah to,,,mau pi (pergi) sekolah su (sudah) tidak takut terlambat lagi”.
           Beberapa hari setelah Ujian Nasional selesai, dia sudah tidak lagi tinggal di mes sekolah. Dia berkata bahwa dia akan pulang ke Sumba Barat menyusul orang tuanya. Ketika saya tanyakan apakah akan melanjutkan sekolah, dia menjawab bahwa dirinya akan melanjutkan sekolah di Melolo (dekat dengan rumah Pak Eric). Awal bulan ini mungkin akan menjadi akhir pertemuan kami, dewan guru serta guru-guru SM-3T dengan salah satu murid SMP Negeri Satap Tamburi kelas IX yang selalu semangat untuk ke sekolah dan selalu ingin bersikap jujur. Semoga hingga esok dan seterusnya senyum dari wajahnya selalu terpancar, dan semangatnya untuk belajar tidak pernah lekang dimakan oleh waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar