Senin,
7 Mei 2012
Hmmmmmm,,,,pagi
ini sangat cerah ketika aku memandang langit nan biru. Kira-kira sedang apa ya
dia di sana sekarang? Bagaimana kabarnya saat ini di Sumba Barat? Aku sungguh
merindukan senyum dan keceriannya saat terakhir bertemu usai Ujian Nasional.
Sungguh iba dan terenyuh jika mengingat kebahagiannya yang sempat terenggut
sesaat.
Jefri,
teman-temannya biasa memanggil. Si pendiam asal Sumba Barat ini selalu
berbicara dengan logat yang begitu cepat namun menggunakan volume pelan,
sehingga terkadang saya harus berpikir sejenak untuk mengolah apa yang dia
maksud, bahkan tidak segan memintanya untuk mengulang lagi apa yang dia
bicarakan. Kemampuan membacanya memang masih kurang jika dibanding
teman-temannya yang duduk di bangku kelas IX. Tapi yang kukagumi adalah kejujuran
dan semangatnya untuk bersekolah. Namun, lagi-lagi dukungan keluargalah yang
kurang. Apalagi Jefri tinggal bersama mama kecilnya yang letaknya tidak jauh
dari sekolah, sedangkan kedua orang tuanya berada di Sumba Barat.
Jefri
sudah satu minggu lebih sebelum Ujian Sekolah tidak masuk ke sekolah.
Dikabarkan bahwa Jefri berada di Kupang. Sontak seluruh guru dan siswa kaget
padahal tidak lama lagi diadakan Ujian Sekolah. Hingga hari terakhir ujian
sekolah pun Jefri belum menunjukkan tanda-tanda kehadiran. Menurut kabar, ada
yang mengatakan bahwa Jefri berada di Waingapu, ada pula yang mengabarkan bahwa
dia menjadi kernet bus. Entah kabar mana yang benar, yang jelas kami
benar-benar khawatir padanya. Jangan sampai terulang lagi bahwa akan ada siswa
yang tidak lulus di sekolah ini seperti pada tahun sebelumnya.
Beberapa
hari setelah Ujian Sekolah, aku melihatnya datang ke sekolah. Kuamati dari
kejauhan dan dengan langkah pelan namun pasti kuhampiri dirinya dengan senyum
dan sapaan hangat. Sangat dingin sekali sikapnya ketika aku mencoba untuk menyapa.
Tatapannya pun takut untuk melihatku, mungkin takut jika dimarahi karena sudah
lama tidak masuk sekolah dan tidak mengikuti Ujian Sekolah. Terlihat juga
bagaimana teman-temannya sedikit menjaga jarak darinya. Setelah ditelusuri,
ternyata selama ini Jefri berada di Waingapu. Dirinya juga sempat menjadi
kernet bus seperti kabar yang sempat beredar sebelumnya. Hal ini ia lakukan
semata-mata karena ia ingin melarikan diri dari rumah mama kecilnya. Ia tidak
sanggup dan tidak mau jika disuruh untuk mencuri ternak tetangga dan melakukan
hal-hal yang sebenarnya bertentangan dengan dirinya. Selama beberapa hari masuk
sekolah, sikapnya masih dingin kepada siapa pun.
Hingga
pada suatu hari, Pak Eric, wakil kepala sekolah kami yang sekaligus guru Bahasa
Inggris di sekolah secara tidak sengaja menjumpainya sepulang sekolah di bawah
pohon pisang dekat rumah Jefri tinggal, Jefri masih menggunakan baju
seragamnya. Ketika ditanyai ternyata Jefri sudah tidak diterima lagi dikeluarga
mama kecilnya, yang pada intinya Jefri harus pergi dari rumah mama kecilnya.
Mendengar hal tersebut, akhirnya Pak Eric memutuskan untuk menampung Jefri di
rumahnya untuk sementara waktu. Semenjak saat itu, setiap pagi Jefri diantar ke
sekolah oleh adik dari istri Pak Eric. Senyum dan wajah gembira mulai terpancar
dari paras wajahnya sejak saat itu, berbeda jauh ketika hari-hari sebelum
dirinya mendapat tekanan dari keluarga mama kecilnya. Setelah kutanyai tentang
bagaimana perasaannya berada di rumah Pak Eric, ternyata dia sangat senang berada
di sana. Dia mengatakan bahwa keluarga Pak Eric sangat baik dan memperhatikan
dirinya. Syukurlah, ikut senang juga saya ketika mendengarnya. Mendekati Ujian
Nasional, Jefri ditempatkan di mes sekolah untuk memudahkan dirinya ketika berangkat
ke sekolah. Pernah suatu ketika saat mendekati jam pulang sekolah Jefri
bercanda dan berkata pada saya, “Ayo Ibu kita lekas kita pi (pergi) pulang,
rumah Saya jauh, Ibu”. Sontak saya terbahak-bahak dan saya balas,
“Wah,,sekarang rumahmu kan su (sudah) dekat dengan sekolah to,,,mau pi (pergi)
sekolah su (sudah) tidak takut terlambat lagi”.
Beberapa
hari setelah Ujian Nasional selesai, dia sudah tidak lagi tinggal di mes
sekolah. Dia berkata bahwa dia akan pulang ke Sumba Barat menyusul orang
tuanya. Ketika saya tanyakan apakah akan melanjutkan sekolah, dia menjawab
bahwa dirinya akan melanjutkan sekolah di Melolo (dekat dengan rumah Pak Eric).
Awal bulan ini mungkin akan menjadi akhir pertemuan kami, dewan guru serta
guru-guru SM-3T dengan salah satu murid SMP Negeri Satap Tamburi kelas IX yang
selalu semangat untuk ke sekolah dan selalu ingin bersikap jujur. Semoga hingga
esok dan seterusnya senyum dari wajahnya selalu terpancar, dan semangatnya
untuk belajar tidak pernah lekang dimakan oleh waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar