Minggu, 08 Mei 2016

KETOLOLANKU



Jangan paksa Aku untuk membuat puisi, apalagi cerpen. Otakku sedang memanas. Rasanya tertimbun bongkahan beton yang membara karena terselimut api yang menjalar dari satu syaraf ke syaraf yang lain.
“Jangan paksa Aku untuk berkata-kata! Kumohon hentikan eranganmu! Kumohon jangan ganggu Aku kali ini saja! Karena mengurusi diriku saja, Aku sudah merasa kesusahan. Beberapa kali melihatmu hari ini membuatku lemas dan semakin merasakan beban yang sangat berada di punggungku.”
Ketika kausapa Aku dengan kata-kata mesramu pun, rasa-rasanya telingaku ingin pecah, perutku mual ingin muntah. Risih Aku melihatmu menangisi ketidakberdayaanku. Jijik Aku melihat kata-kata iba yang terlontar begitu saja dari mulut mungilmu, mulut yang selalu menyanjungku, tapi tak pernah memberiku penghidupan. Mulut yang seksi dan sering mengucapkan kata-kata penuh buaian, tapi tak pernah sekalipun menentramkan hatiku.